Tuesday, March 04, 2008

Film Ayat-Ayat Cinta, antara Dakwah versus Selera Pasar?

Saya sudah menyiapkan mental waktu mau liat film Ayat-ayat cinta. ya seperti film-film yang diangkat dari novel pasti gak sebagus novelnya imaginasi kita yang bebas waktu membaca novel akan dibatasi di film. dan walo dah nyiapin mental bahkan ekspektasi saya terhadap film ini udah saya set paling rendah tapi saya koq ya tetep saja kecewa berat setelah liat film ini.

Melihat banyaknya cerita yang gak sesuai dengan novel, lokasi syuting yang studio banget mengingatkan saya sama sinetron era jaman TVRI dulu. di tambah lagi pilihan pemain yang sangat mengecewakan karena nampak sekali banyak tokoh-tokohnya yang amat sangat-sangat gak mirip orang arab atau orang mesir. yang paling bikin saya kecewa sebenarnya adalah film ini kurang islami. kalau ada yang bilang film ini bagus saya pikir karena yang menilai belum membaca novel Ayat-Ayat Cinta karangan kang abik. Film ini bagus karena memang kekuatan film ini di cerita sesuai dengan novelnya.

Seperti biasa kalo lagi iseng saya sering cerita dan ngobrol ngalor ngidul sama temen di YM sampailah ngomongin film ini. dan ternyata sama-sama kecewa juga tapi dia bisa ngerti karena baca blognya mas Hanung Bramantyo yang bercerita tentang kisah dibalik Pembuatan Film Ayat-ayat Cinta yang ampe di bikin berseri ampe empat kali postingan blognya mas Hanung. dan saya pun akhirnya ikut membaca sampe akhir. dan saya pikir tulisan kisah dibalik Pembuatan film Ayat-Ayat Cinta sendiri Bisa di bikin satu buku tersendiri kayaknya ;).

Setelah membacanya postingan beliau saya baru sadar susahnya membuat film yang dinanti-nanti jutaan orang, membuat film islami di negara dengan penduduk mayoritas islam, membuat film islami sesuai novel best seller ternyata juga banyak terbentur sama produser baik soal biaya dan selera pasar, ya akhirnya film ini di bikin lebih nge pop bahkan skenario dirubah hanya untuk memenuhi selera pasar.

Sedih juga rasanya kalo Film Ayat-Ayat Cinta ini harus di drive di sama selera pasar. film Ayat-Ayat Cinta yang seharusnya menjadi salah satu media dakwah serasa di korbankan hanya dengan alasan memenuhi selera pasar yang katanya lebih nge pop dan lain-lain. kayaknya masih jauh deh kita bisa melihat film-film yang islami dan bisa menjadi media dakwah kalo melihat produser yang hanya mencari motif profit untuk sebuah film. memang susah ya menjadikan satu antar dakwah dan komersialisasi.

Bagaimanapun walau kecewa kayaknya saya masih tetep harus angkat topi untuk yang berani mengangkat film2 dengan tema islami seperti ini. saya salut sama sampeyan mas Hanung semoga suatu saat impian anda untuk bisa bikin film yang islami bisa terwujud

gambar diatas nyomot dari sini


18 comments:

Arri said...

mungkin maksudnya Dakwah ya?

kalo boleh jujur, disini justru makna "DAKWAH"-nya kurang terfokus. Iya nggak?

Tapi ya itu, selera pasar emang berbicara. Andaikan ada pengusaha yang berani memodali ayat-ayat cinta secara penuh, mungkin bisa saja film ini seperti novelnya, namun apakah masih ada pasar?

mungkin film ini bisa menjadi pelajaran berharga buat mereka yang ingin mengangkat novel bertema islami ke layar perak. asal tau saja, kekuatan masyarakat kita dalam menonton itu masih tinggi lho. Terbukti dengan ramainya studio yang memutar film Ayat-Ayat Cinta ini. Well, you have your own market... kalo mau itung2an... 700 ribu penonton dikali 10.000 (harga tiket normal) jadi sekitar 7 milyar! wow, fantastis kan?

so. next time, jangan terlalu mengorbankan cerita demi selera pasar ya? pasar juga berselera kok dengan cerita-cerita islami.. asal jangan kayak sinetron Hidayah di TV aja.. hehehe

Laksono said...

bener mas arri dakwah,

iya andai semua produser berpikir seperti itu ya...
saya yakin film Islami pasti punya pangsa pasar sendiri.
itung2annya luar biasa dengan pendapatan 7 milyar ya bener-bener fantastik

Anonymous said...

Bisa dipahami kok mas! sayangnya, tak banyak muslim militan yang memilih jalan dakwah lewat film dan jadi produsernya... jelasnya, mafia perfilman akan menolaknya... bukan begitu?!!

ayu said...

tetep aja intinya filmnya jelek!

n soal selera pasar? mnrtku kalo filmnya bnr2 sesuai novelnya yg islami akan tetep laku kok toh yang nonton kan mayoritas penggemar novel ayat2 cinta, jd ga kan susah meraup untung besar dan yg jelas ga kan mengecewakan penonton!

Laksono said...

@ gempur
Iya mas masih sangat jarang dakwah di bidang Film ini padahal potensi sangat bagus.

@ Mama rafi
Soal Pangsa Pasar saya punya keyakinan yang sama kalo Film Islami dengan cerita sebagus ayat-ayat cinta akan punya pangsa pasar tersendiri
mungkin itung2an mas arri ada benernya soal pendapatan 7 milyar itu :D

Arri said...

nah, dengan kesuksesan Ayat-Ayat Cinta, andaikan ada produser yang berani mengorbankan 'modal'-nya untuk membuat sebuah film yang kental dengan Islami, apabila diangkat menjadi sebuah film tidak akan lari dari novelnya... well, mungkin sekarang saatnya...

asal jangan latah saja ya?

yang suka baca novel-novel Islami, punya usulan untuk film selanjutnya? kayaknya produser-produser mulai melirik film-film bergenre ini deh... hehehe

Muh. Yusri said...

Benar juga tuh...
Masa' harus mengorbankan da'wah demi selera pasar?
suatu jalan yang kreatif menggunakan media perfileman sebagai jalur dakwah.
Yang penting misi da'wah benar2 tercapai...

Manda La Mendol said...

Aku mbaca novelnya sampai mingsek-mingsek dua hari. Aku tuh, kalau novelnya bagus, malah nggak mau nonton kalau difilmkan, karena hasilnya selalu mbleset jauh ama bukunya. :)

L. Pralangga said...

Mudah2an filem selanjutnya - nggak selalu mbalelo dan menurut kepada naskah novel aslinya... :D

Ayo dukunglah.. jangan hanya kritik saja.. wah, iyah - kadang penonton itu lebih sering kritiknya ketimbang dukungannya :D

Afin Yulia said...

wah cocok deh, sungguh saya kecewa setelah melihat filmnya
jauuuh banget dari ekspektasi saya
di buku maria tak pernah ke rumah Fahri, mereka selalu berhubungan dengan keranjang tapi disana?
alaah kok geneeee...
selain itu banyak banget yang ngga sesuai
ck...tapi ya gitu deh mo gimana lagi

Anonymous said...

saya makin penasaran, dari semua postingan di blog saya belum membaca postingan yang memuji.

ho ho, sejelek apa ya? ( beruntung atau celaka ya kalau saya belum minat membaca meski banyak orang merekomen)

Anonymous said...

menurut kabar yg beredar memang tidak sesuai yg diinginkan oleh kang abiburahman

Bude Judes said...

Sblm nonton saya baca dulu behind the scene nya, jd saya ngga kecewa2 bgt meski film nya banyak kelemahan krn itulah yg maksimal yg bs dilakukan, samasekali bkn mau gampang spt sinetron2 di tv.
@afin: maria pernah ke kos fahri kok. Waktu fahri sakit.

Bude Judes said...

Buat aku film ini tetep punya pesan bagus: memperkenalkan gaya 'pacaran' yg islami. Bgs buat tontonan abg. Saya kok ga menganggap ini film dakwah ya..

sayurs said...

dan saya sejak awal sudah skeptis, sama sekali ga tertarik untuk liat filmnya, ya itu tadi, yakin bakal kecewa.. he..he..

Andy MSE said...

Sayang sekali aku ga suka film itu... kemaren dapet dvd-nya... huh... males banget...

Abimanyu said...

iya ni Pa!! saya nonton 15 menit udah ketiduran..
payah bener..
setting-nya terlalu jauh dari imajinasi saya..
trus bintang-nya kok Indonesia semua..
wah.. jadi gak kerasa suasana mesirnya..
trus ngobrol2nya kok pake bahasa Indonesia..
wah.. gak kerasa mesirnya..
payah ni produsernya.. gak berani ngeluarin modal..

Anonymous said...

hanya-titik.blogspot.com is very informative. The article is very professionally written. I enjoy reading hanya-titik.blogspot.com every day.
fast cash loans
bad credit loans